TEMPO.CO, Jakarta - Empat tahun pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi dan Jusuf Kalla diwarnai dengan proyek-proyek pembangunan infrastruktur. Meski demikian, ada sejumlah evaluasi terhadap janji-janji yang pernah dilontarkan duet pasangan ini dalam pemilihan presiden 2014, misalnya soal penuntasan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu.
Pembangunan infrastruktur menjadi agenda yang paling mencolok yang dilakukan pemerintahan Jokowi-JK. Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan dampak dari kemajuan infrastruktur itu bukan hanya menghubungkan fisik. "Membangun infrastruktur bukan hanya menghubungkan fisik, tapi batin masyarakat," ujarnya saat ditemui di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, Ahad, 21 Oktober 2018.
Moeldoko menjelaskan, koneksivitas batin tersebut adalah terhubungnya masyarakat di daerah-daerah, seperti perbatasan, satu sama lain. Selain itu, Moeldoko mengatakan pembangunan infrastruktur berpengaruh terhadap pemerolehan keadilan dan hak masyarakat, misalnya pemerataan harga yang sama bagi setiap warga Indonesia.
Namun sejumlah janji kampanye hingga kini belum terealisasi, misalnya soal penuntasan kasus pelanggaran HAM pada masa lalu. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS menilai pemerintahan Jokowi-JK gagal memenuhi janji mengenai HAM selama empat tahun memimpin.
Koordinator KontraS Yati Andriani berujar, dari 17 program prioritas HAM dalam Nawacita, KontraS mencatat enam komitmen gagal dipenuhi dan 11 komitmen dipenuhi tapi tidak sepenuhnya. "Secara umum, tidak ada satu pun komitmen atau janji HAM Jokowi yang dipenuhi secara utuh," ujarnya di kantor KontraS, Jakarta, Jumat, 19 Oktober 2018.
Yati menuturkan, dalam Nawacita, program HAM yang dipenuhi sebagian komitmennya terjadi di sektor ekonomi, sosial, dan budaya. Adapun enam janji HAM Jokowi-JK yang gagal dipenuhi antara lain memberikan perlindungan hukum, mengawasi pelaksanaan penegakan hukum, khususnya terkait dengan anak, perempuan, dan kelompok termarjinalkan.
Selain itu, janji dalam Nawacita yang gagal dipenuhi adalah menyelesaikan secara berkeadilan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, seperti kerusuhan Mei, Trisakti-Semanggi 1 dan 2, penghilangan paksa, Talang Sari-Lampung, Tanjung Priok, dan Tragedi 65.
Alasan janji itu dinilai gagal karena beberapa hal. "Pemerintah melalui Menko Polhukam (Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan) mendorong penyelesaian melalui rekonsiliasi melalui pembentukan dewan kerukunan nasional," ucap Yati.
Namun, kata Yati, janji itu direduksi dengan Rencana Aksi Nomor 45 dalam RANHAM sehingga berbunyi optimalisasi koordinasi penanganan dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu. "Bayangkan dari 2002 sampai 2018, bahkan 2019, target pelanggaran HAM berat masa lalu hanya koordinasi antarlembaga. Ini kan mundur seribu langkah," tuturnya.
Moeldoko mengatakan penyelesaian pelanggaran hukum dan HAM masa lalu membutuhkan waktu karena harus mengurai kembali peristiwa tersebut dengan baik. Dalam penyelesainnya, kata Moeldoko, Jokowi sudah mengundang korban dan aktivis HAM ke Istana.
Selain itu, Moeldoko mengatakan pemerintahan masih terus berupaya menuntaskan persoalan HAM masa lalu. "Intinya, pemerintah belum menghentikan. Bahwa proses itu membutuhkan waktu, iya," ujarnya.